Riwayat Sejarah Kisah Nabi
Syu'aib AS
Baiklah kali
ini saya akan membahas mengenai Kisah Nabi Syu'aib AS pada
zaman rasul,Banyak orang di zaman kita beranggapan bahwa agama hanya merupakan
program-program yang kosong dan nilai-nilai akhlak semata. Ini adalah keyakinan
klasik dan salah. Pada hakikatnya, agama adalah sistem dalam kehidupan dan
pergaulan. Intinya ialah hubungan dengan Allah SWT. Oleh karena itu, usaha
memisahkan antara problem-problem tauhid dan perilaku manusia dalam kehidupan
mereka sehari-hari berarti memisahkan agama dari kehidupan dan mengubahnya
menjadi adat-istiadat, tradis-tradisi, dan acara-acara ritual yang hampa. Kisah
Nabi Syu'aib menampakkan hal yang demikian secara jelas.
Allah SWT mengutus Syu'aib pada penduduk Madyan: "Dan kepada (penduduk) Madyan (kami utus) saudara
mereka, Syu 'aib. Ia berkata: 'Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada
Tuhan bagimu selain Dia.'" (QS. Hud: 84)
Ini adalah dakwah yang sama yang
diserukan oleh setiap nabi. Dalam hal ini tidak ada perbedaan antara satu nabi
dan nabi yang lain. Ia merupakan dasar akidah dan tanpa dasar ini mustahil
suatu bangunan akan berdiri.
Setelah peletakan bangunan
tersebut, Syu'aib mulai menyuarakan
dakwahnya: "Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan.
Sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya
aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat)." (QS.
Hud: 84)
Setelah menjelaskan masalah
tauhid secara langsung, Nabi Syu'aib berpindah pada masalah muamalah
sehari-hari yang berkenaan dengan kejujuran dan keadilan. Adalah hal yang
terkenal pada penduduk Madyan bahwa mereka mengurangi timbangan dan mereka
tidak memberikan hak-hak manusia. Ini adalah suatu kehinaan yang menyentuh
kesucian hati dan tangan sebagaimana menyentuh kesempurnaan harga diri dan
kemuliaan.
Para penduduk Madyan beranggapan
bahwa mengurangi timbangan adalah salah satu bentuk kelihaian dan kepandaian
dalam jual-beli serta bentuk kelicikan dalam mengambil dan membeli. Kemudian
nabi mereka datang dan mengingatkan bahwa hal tersebut merupakan hal yang hina
dan termasuk pencurian. Nabi Syu'aib memberitahukan kepada mereka bahwa beliau
khawatir jika mereka meneruskan perbuatan keji itu niscaya akan turun kepada
mereka azab di mana manusia tidak akan dapat menghindar dari siksaan itu.
Perhatikanlah bagaimana campur tangan Islam melalui Nabi Syu'aib yang diutus kepada manusia di mana ia memperhatikan
persoalan jual-beli dan mengawasinya: "Hai
kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu
merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan
di muka bumi dengan membuat kerusakan." (QS. Hud: 85)
Nabi Syu'aib meneruskan misi
dakwahnya. Beliau mengulang-ulangi nasihatnya kepada mereka dengan cara yang
baik dan mengajak ke jalan yang baik, tidak ke jalan yang buruk; beliau
menghimbau kepada mereka untuk menegakkan timbangan dengan keadilan dan
kebenaran dan mengingatkan mereka agar jangan merampas hak-hak orang lain.
Merampas hak-hak orang lain itu tidak terbatas pada jual-beli saja, namun juga
berhubungan dengan perbuatan-perbuatan lainnya; beliau memerintahkan mereka
untuk menegakkan timbangan keadilan dan kejujuran. Demikianlah seruan dari
agama tauhid dan akidah tauhid di mana ia selalu menyuarakan kejujuran dan
keadilan.
Agama selalu memerintahkan
manusia untuk menjalin kerjasama sesama mereka dalam kehidupan sehari-hari
dengan cara-cara yang bijaksana dan baik, baik menyangkut hubungan kerja,
hubungan pribadi maupun hubungan lainnya. Al-Qur'an
al-Karim mengatakan: "Dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap
hak-hak mereka. "Dan kata as-Syai' (sesuatu) dalam ayat tersebut diucapkan
kepada hal-hal yang bersifat materi dan yang bersifat non-materi (rohani) di
mana masuk dalam katagori itu perbuatan-perbuatan dan hubungan-hubungan yang
menghasilkan. Al-Qur'an melarang segala bentuk kelaliman, baik kelaliman
berkenaan dengan menimbang buah-buahan atau sayur-sayuran maupun kelaliman
dalam bentuk tidak memberikan penghargaan terhadap usaha manusia dan pekerjaan
mereka. Sebab, kelaliman terhadap manusia akan menciptakan suasana
ketidakharmonisan yang berakibat pada timbulnya penderitaan, sikap putus asa,
dan sikap tidak peduli, sehingga pada akhirnya hubungan sesama manusia berjalan
tidak harmonis dan menimbulkan kegoncangan dalam kehidupan. Oleh katrena itu, Al-Qur'an mengingatkan agar jangan sampai
ada manusia yang berbuat kerusakan di muka bumi: "Dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat
kerusakan. Sisa (keuntungan) dart Allah adalah lebih baik bagimu jika kamu
orang-orang yang beriman. Dan aku bukanlah seorangpenjaga atas dirimu."
(QS. Hud: 85-86)
Yang dimaksud al-'Atsu ialah sengaja
membuat kerusakan dan bertujuan untuk membuat kerusakan. Janganlah kalian
membuat kerusakan di muka bumi; janganlah kalian sengaja untuk menciptakan
keonaran di muka bumi. Apa yang ada di sisi Allah SWT adalah hal yang terbaik
buat kalian jika kalian benar-benar beriman. Kemudian Nabi Syu'aib memberitahu
kepada mereka bahwa ia tidak memiki sesuatu kepada mereka; ia tidak dapat
menguasai mereka tidak juga ia selalu mengawasi mereka. Beliau hanya sekadar
seorang rasul atau utusan untuk menyampaikan ajaran Tuhannya:"Dan aku
bukanlah seorang penjaga atas dirimu. " (QS. Hud: 86)
Dengan cara yang demikian, Nabi
Syu'aib menjelaskan kaumnya bahwa masalah yang mereka hadapi saat ini sangat
penting dan sangat serius, bahkan sangat berat. Beliau memberitahu mereka
akibat yang bakal mereka terima jika mereka membuat kerusakan. Selesailah
bagian pertama dari dialog Nabi Syu'aib bersama kaumnya. Nabi Syu'aib telah
mengawali pembicaraan dan kaumnya mendengarkan. Kemudian beliau berhenti dari
pembicaraannya dan sekarang kaum membuka pembicaraan:
"Mereka berkata: 'Hai Syu'aib, apakah agamamu
yang menyuruh agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami
atau melarang hand berbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami.
Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal " (QS.
Hud: 87)
Para penduduk Madyan yang kafir
mereka biasa merampok dan menyembah al-Aikah, yaitu pohon dari al-Aik yang
dikelilingi oleh dahan-dahan yang berputar di sekelilingnya. Mereka termasuk
orang-orang yang menjalin hubungan sesama manusia dengan cara-cara yang sangat
keji. Mereka suka mengurangi timbangan; mereka mengambil yang lebih darinya dan
tidak menghiraukan kekurangannya. Perhatikanlah semua itu dalam dialog mereka
bersama Syu'aib. Mereka berkata, "wahai Syu'aib apakah agamamu yang
memerintahkanmu...?" Seakan-akan agama ini mendorong Syu'aib dan membisikinya
serta memerintahnya sehingga ia menaati tanpa pertimbangan dan pemikiran.
Sungguh Syu'aib telah berubah dengan agamanya itu menjadi alat yang bergerak
dan alat yang tidak sadar. Demikianlah celaaan dan tuduhan keji yang
dialamatkan oleh kaum Nabi Syu'aib kepadanya. Agama Syu'aib telah membuatnya
gila dan membuatnya nekat untuk memerintahkan mereka meninggalkan apa yang
selama ini mereka sembah dan disembah oleh kakek-kakek mereka. Kakek-kakek
mereka telah menyembah tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan sementara agama
Syu'aib memerintahkan mereka untuk hanya menyembah Allah SWT. Kenekatan model
apa dari Syu'aib ini?
Dengan ejekan dan penghinaan ini,
Nabi Syu'aib menghadapi dialog yang terjadi dengan mereka. Kemudian mereka
kembali bertanya-tanya dengan penuh keheranan dan dengan nada mengejek:
"Apakah agamamu yang menyuruh agar kami meninggalkan apa yang disembah
oleh bapak-bapak kami." Tidakkah engkau sadar wahai Syu'aib bahwa agamamu
ingin mencampuri keinginan kita dan cara kita menggunakan harta kita? Apakah
hubungan keimanan dan salat dengan muamalah materi?
Dengan pertanyaan ini, kaum Nabi
Syu'aib mengira bahwa mereka mencapai suatu tingkat kecerdasan. Mereka
mengemukakan di hadapannya problem keimanan, dan mereka mengingkari adanya
keterkaitan antara perilaku manusia dan muamalah mereka serta perekonomian
mereka. Ini adalah masalah yang klasik; ini adalah usaha untuk memisahkan
antara ekonomi dan Islam di mana setiap nabi justru di utus untuknya meskipun
nama-nama mereka berbeda-beda; ini adalah masalah kuno yang diungkap oleh kaum
Nabi Syu'aib di mana mereka mengingkari bahwa agama turut campur dalam
kehidupan sehari-hari mereka, perekonomian mereka dan cara mereka menggunakan
harta mereka. Mereka menganggap bahwa menginfakkan harta atau menggunakannya atau
menghambur-hamburkannya adalah suatu yang tidak berhubungan dengan agama. Hal
itu menyangkut kebebasan pribadi manusia. Bukankah itu hartanya yang khusus
lalu mengapa agama turut campur di dalamnya?
Demikianlah pemahaman kaum Nabi
Syu'aib kepada Islam yang dibawa oleh Nabi Syu'aib. Kami kira pemahaman
demikian sedikit atau banyak tidak berbeda dengan pemahaman banyak masyarakat
di zaman kita sekarang mereka menganggap bahwasannya Islam tidak memiliki
kaitan dengan kehidupan pribadi manusia dan kehidupan perekonomian mereka. Oleh
karena itu, manusia dapat menggunakan harta mereka sesuai dengan kemauan mereka:
"Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal."
Mereka ingin mengatakan kepada
Nabi Syu'aib, seandainya engkau seorang yang bijaksana dan memiliki pemikiran
yang matang niscaya engkau tidak akan mengatakan apa yang telah engkau katakan.
Mereka kembali mengejek Nabi Syu'aib dan merendahkan
dakwahnya. Seandainya Anda bertanya kepada kaum Nabi Syu'aib tentang pemahaman
agama mereka maka mereka pasti mengingkari bahwa agama adalah sebagai sistem
dalam kehidupan yang menjadikan hidup lebih mulia, lebih suci, lebih adil dan
lebih pantas manusia untuk menjabat sebagai khalifatullah di muka bumi;
seandainya Anda bertanya kepada mereka tentang agama niscaya mereka
memberitahumu bahwa ia hanya berupa kumpulan nilai-nilai rohani yang baik yang
tidak mewarnai kehidupan sehari-hari. Dengan pemahaman seperti ini, agama hanya
sekadar hiasan. Ini adalah pemahaman yang menggelikan karena Allah SWT mengutus
para nabi dan ajaran-ajaran yang mereka bawa bukan untuk perhiasan dan
main-mainan. Maha Suci Allah SWT dari semua itu. Allah SWT mengutus para
nabi-Nya dengan membawa sistem baru dalam kehidupan, yaitu sistem yang mencakup
nilai-nilai dan pemikiran-pemikiran yang itu semua tidak akan bermakna jika
tidak berubah menjadi suatu sistem dalam kehidupan secara umum dan mengatur
kehidupan secara khusus. Dengan pemahaman seperti inilah agama menjadi mulai
dan agama menjadi benar adanya. Dan dengan asumsi seperti ini, kita memahami
seberapa jauh campur tangan agama dalam persoalan-persoalan kehidupan
sehari-hari: dimulai dari hubungan-hubungan cinta sampai undang-undang
perkawinan, bahkan cara mengambil keputusan hidup sampai sistem dalam
menginfakkan uang dan menggunakannya, juga sistem dalam cara menggunakan dan
mendistribusikan kekayaan dan sebagainya. Jika manusia memahami agama seperti
ini makajadilah agama sesuatu kebenaran. Dan kalau tidak, agama laksana
puing-puing saja.
Nabi Syu'aib mengetahui bahwa
kaumnya mengejeknya karena mereka menganggap agama tidak turut campur dalam
kehidupan sehari-hari. Namun, beliau menghadapi semua itu dengan penuh
kelembutan dan kasih sayang karena beliau yakin apa yang beliau bawa adalah
kebenaran. Beliau tidak peduli dengan ejekan mereka dan tidak tersinggung
dengannya dan tidak mempersoalkan hal itu; beliau memberi pengertian kepada
mereka bahwa beliau berada di atas kebenaran dari Tuhannya; beliau adalah
seorang nabi yang mengetahui kebenaran; beliau tidak melarang mereka untuk
meninggalkan sesuatu yang di balik larangan itu mendatangkan keuntungan pribadi
buatnya; beliau tidak ingin menasihati mereka dalam kejujuran agar pasar
menjadi sepi dan karenanya beliau mengambil manfaat; beliau hanya sekadar
seorang nabi di mana dakwah setiap nabi tergambar dalam ungkapan yang singkat:
"Aku tidak bermaksud kecuali
(mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. " (QS. Hud: 88)
Yang beliau inginkan hanya
al-Islah (usaha membuat perbaikan). Demikanlah kandungan dan inti dakwah para
nabi yang sebenarnya. Mereka adalah al-Muslihun, yaitu orang-orang yang membuat
perbaikan; mereka memperbaiki akal, memperbaiki hati dan memperbaiki kehidupan
yang umum dan kehidupan yang khusus:
"Syu'aib berkata: 'Hai
kaumku, bagaimana pikiranku jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku
dan dianugerahi-Nya aku dari-Nya rezeki yang baik (patutkah aku menyalahi
perintah-Nya)? Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan)
apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan
selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan
(pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah bertawakal dan hanya kepada-Nya-lah aku
kembali.'" (QS. Hud: 88)
Setelah Nabi Syu'aib menjelaskan
tujuan-tujuannya kepada mereka dan menyingkapkan kebenaran dakwahnya, beliau
mulai mengotak-atik akal-akal rnereka; beliau mengungkapkan kepada mereka
bagaimana pergulatan orang-orang sebelum mereka dengan para nabi sebelumnya,
yaitu kaum Nabi Nuh, kaum Nabi Hud, kaum Nabi Saleh, dan kaum Nabi Luth yang
masa mereka ddak jauh dengan masa Nabi Syu'aib. Beliau mulai berdialog dengan
mereka dan mengingatkan mereka bahwa sikap penentangan mereka justru akan
mendatangkan siksaan bagi mereka. Nabi Syu'aib mengingatkan mereka bagaimana
nasib orang-orang yang mendustakan kebenaran:
"Hai kaumku, janganlah
hendaknya pertentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan kamu menjadi jahat
hingga kamu ditimpa azab seperti yang menimpah kaum Nuh atau kaum Hud atau kaum
Saleh, sedang kaum Luth tidak (pula) jauh (tempatnya) dari kamu. Dan mohonlah
ampun dari Tuhanmu kemudian bertaubatlah kepada-Nya, sesungguhnya Tuhanku Maha
Penyayang lagi Maha Pengasih. " (QS. Hud: 89-90)
Usai Nabi Syu'aib berdakwah
kepada Allah SWT dan menjelaskan al-ishlah (usaha memperbaiki masyarakat) dan
mengingatkan mereka bahaya penentangan serta menakut-nakuti mereka dengan
menceritakan kembali siksaan yang diterima orang-orang yang berbohong sebelum
mereka. Meskipun demikian, Nabi Syu'aib tetap membukakan pintu pengampunan dan
pintu taubat bagi mereka. Beliau menunjukkan kepada mereka kasih sayang
Tuhannya Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Namun kaum Nabi Syu'aib memilih
azab. Kekerasan hati mereka dan keinginan mereka untuk mendapatkan harta yang
haram serta rasa puas dengan sistem yang mengatur mereka, semua itu menyebabkan
mereka menolak kebenaran:
"Mereka berkata: 'Hai
Syu'aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu.'"
(QS. Hud: 91)
Kami tidak memahamimu. Engkau
adalah seorang yang mengacau; engkau mengatakan sesuatu yang tidak dimengerti:
"Dan sesungguhnya kami
benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara kami." (QS. Hud: 91)
Beliau dikatakan sebagai orang
yang lemah karena orang-orang fakir dan orang-orang yang rrienderita adalah
orang-orang yang beriman padanya, sedangkan orang-orang kaya dan para pembesar
telah menentang mereka. Demikianlah pertimbangan umumnya manusia yang tidak
memiliki kekuatan cukup untuk menghadapi kebenaran dakwah Nabi Syu'aib di mana
beliau dianggap sebagai orang yang lemah:
"Kalau tidaklah karena
keluargamu tentulah kami akan merajammu."(QS. Hud: 91)
Seandainya kalau bukan karena
keluargamu dan kaummu dan orang-orang yang mengikutimu niscaya kami akan
menggali suatu lubang dan kami akan bunuh kamu dilubang itu dengan cara
melempari kamu dengan batu:
"Sedang kamu pun bukanlah
seorangyang berwibawa di sisi kami." (QS. Hud: 92)
Kaum Nabi Syu'aib berpindah dari
cara mengejek pada cara menyerang. Nabi Syu'aib telah menyampaikan bukti kepada
mereka setelah mereka mengejeknya, lalu mereka mengubah cara mereka berdialog.
Mereka memberitahunya bahwa mereka tidak memahami apa yang beliau katakan dan
mereka melihat bahwa Nabi Syu'aib sebagai orang yang lemah dan hina. Dan
seandainya kalau bukan karena mereka takut (kasihan) kepada keluarganya niscaya
mereka akan membunuhnya. Mereka menampakkan kebencian kepada Nabi Syu'aib dan
ingin sekali untuk membunuhnya kalau bukan karena alasan-alasan yang
berhubungan dengan keluarganya. Menghadapi ancaman itu, Nabi Syu'aib tetap
menunjukkan sikap lembutnya lalu beliau bertanya kepada mereka dengan maksud
untuk menggugah kesekian kalinya akal mereka:
"Syu 'aib menjawab: 'Hai
kaumku, apakah keluargaku lebih terhormat menurut pandanganmu daripada Allah.
" (QS. Hud: 92)
Apakah cukup rasional jika mereka
membayangkan hal tersebut? Mereka melupakan hakikat kekuatan yang mengatur
alam. Sesungguhnya hanya Allah SWT Yang Maha Mulia dan Maha Kuat. Seharusnya
mereka mengingat hal itu; seharusnya seseorang tidak takut kepada apapun selain
Allah SWT dan tidak membandingkan kekuatan di alam wujud ini dengan kekuatan
Allah SWT. Hanya Allah SWT Yang Kuat dan hanya Dia yang mengatur
hamba-hamba-Nya.
Tampak bahwa kaum Nabi Syu'aib
mulai kesal dan semakin kesal dengannya, lalu berkumpullah para pembesar
kaumnya:
"Pemuka-pemuka dari kaum Syu
'aib yang menyombongkan diri berkata: 'Sesungguhnya kami akan mengusir kamu hai
Syu'aib dan dengan orang-orang yang beriman bersamamu dari kota kami, kecuali
kamu kembali kepada agama kami.'" (QS. al-A'raf: 88)
Mereka menggunakan tahap baru
dengan cara mengancam Nabi Syu'aib; mereka mengancamnya untuk membunuh dan
mengusir dari desa mereka; mereka memberi pilihan kepada Nabi Syu'aib antara
terusir dan kembali kepada agama mereka yang menyembah pohon-pohon dan benda-benda
mati. Nabi Syu'aib memberitahu kepada mereka bahwa masalah kembalinya ia ke
agama mereka adalah masalah yang tidak berhubungan dengan masalah-masalah yang
disebutkan dalam perjanjian. Sungguh Allah SWT telah menyelamatkan beliau dari
agama mereka lalu bagaimana beliau kembali lagi padanya? Beliau yang mengajak
mereka pada agama tauhid lalu bagaimana beliau mengajak mereka untuk kembali
pada kesyirikan dan kekufuran? Beliau mengajak mereka dengan cara yang lembut
dan kasih sayang sementara mereka mengancamnya dengan kekuatan.
Demikianlah pertentangan antara
Nabi Syu'aib dan kaumnya semakin berlanjut. Nabi Syu'aib memegang amanat dakwah
untuk menghadapi para pembesar, para pendusta, dan para penguasa kaumnya.
Akhirnya, Nabi Syu'aib mulai mengetahui bahwa mereka tidak lagi memiliki
harapan karena mereka telah berpaling dari Allah SWT:
"Sedang Allah kamu jadikan
sesuatu yang terbuang di belakangmu? Sesungguhnya pengetahuan Tuhanku meliputi
apa yang kamu kerjakan. Dan (dia berkata): 'Hai kaumku, berbuatlah menurut
kemampuanmu, sesungguhnya aku pun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui
siapa yang akan ditimpa azab yang menghinakannya dan siapa yang berdusta. Dan
tunggulah azab (Tuhan). Sesungguhnya aku pun menunggu bersama kamu." (QS.
Hud: 92-93)
Nabi Syu'aib berlepas diri dari
mereka. Mereka telah berpaling dari agama Allah SWT bahkan telah mendustakan
nabi-Nya dan menuduhnya bahwa ia tersihir dan seorang pembohong. Maka, setiap
orang hendaklah melakukan apa saja yang diinginkannya dan hendaklah mereka
menunggu azab Allah SWT. Kemudian pergulatan antara Nabi Syu'aib dan kaumnya
berakhir adanya fase baru. Mereka meminta kepada Nabi Syu'aib untuk
mendatangkan azab dari langit jika beliau termasuk orang-orang yang benar.
Dengan nada mencibir dan menantang, mereka berkata: "di mana azab itu, di
mana siksaan yang dijanjikan itu? Mengapa terlambat datang?"
Mereka mengejek Nabi Syu'aib dan
beliau dengan tenang menunggu datangnya azab Allah SWT. Allah SWT mewahyukan
kepada beliau agar keluar bersama orang-orang mukmin dari desa tersebut.
Akhirnya, Nabi Syu'aib keluar bersama para pengikutnya dan datanglah azab Allah
SWT:
"Dan takkala datang azab
Kami. Kami selamatkan Syu'aib dan orang-orang yang beriman bersama-sama dengan
dia dengan rahmat dari kami, dan orang-orang lalim dibinasakan oleh satu suara
yang mengguntur, lalu jadilah mereka mati bergelimpangan di rumahnya.
Seolah-olah mereka belum pernah berdiam di tempat itu. Ingatlah, kebinasaan
bagi penduduk Madyan sebagaimana kaum Tsamud telah binasa." (QS. Hud: 94-95)
Ia adalah teriakan sekali saja
satu suara yang datang kepada mereka dari celah-celah awan yang menyelimuti.
Mula-mula mereka barangkali bergembira karena membayangkan itu akan membawa
hujan tetapi mereka dikagetkan ketika datang kepada mereka siksaan yang besar
pada hari yang besar.
Selesailah masalah ini. Mereka
menyadari bahwa teriakan itu membawa bencana buat mereka; teriakan itu
menghanguskan setiap makhluk yang ada di dalam negeri itu. Mereka tidak mampu
bergerak dan tidak mampu menyembunyikan diri dan tidak pula mereka dapat
menyelamatkan diri mereka.
Demikian kisah Nabi Syu'aib AS semoga bermanfaat.
0 komentar:
Post a Comment