Baiklah
kali ini saya akan membahas kisah Nabi Nuh AS pada zaman
rasul. Nah sobat-sobat nih kisah nabi
kita nuh,moga bermanfaat ya….
Setelah beberapa tahun dari
kematian Nabi Adam. Bunga-bunga berguguran di sekitar kuburannya dan
pohon-pohon dan batu-batuan tampak tidak bergairah. Banyak hal berubah di muka
bumi. Dan sesuai dengan hukum umum, terjadilah kealpaan terhadap wasiat Nabi
Adam. Kesalahan yang dahulu kembali terulang. Kesalahan dalam bentuk kelupaan,
meskipun kali ini terulang secara berbeda.
Sebelum lahirnya kaum Nabi Nuh,
telah hidup lima orang saleh dari kakek-kakek kaum Nabi Nuh. Mereka hidup
selama beberapa zaman kemudian mereka mati. Nama-nama mereka adalah Wadd,
Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr. Setelah kematian mereka, orang-orang membuat
patung-patung dari mereka, dalam rangka menghormati mereka dan sebagai
peringatan terhadap mereka. Kemudian berlalulah waktu, lalu orang-orang yang
memahat patung itu mati. Lalu datanglah anak-anak mereka, kemudian anak-anak
itu mati, dan datanglah cucu-cucu mereka. Kemudian timbullah berbagai dongeng
dan khurafat yang membelenggu akal manusia di mana disebutkan bahwa
patung-patung itu memiliki kekuatan khusus.
Di
sinilah iblis memanfaatkan kesempatan, dan ia membisikkan kepada manusia bahwa
berhala-berhala tersebut adalah Tuhan yang dapat mendatangkan manfaat dan
menolak bahaya sehingga akhirnya manusia menyembah berhala-berhala itu. Kami
tidak mengetahui sumber yang terpecaya berkenaan dengan bagaimana bentuk kehidupan
ketika penyembahan terhadap berhala dimulai di bumi, namun kami mengetahui
hukum umum yang tidak pernah berubah ketika manusia mulai cenderung kepada
syirik. Dalam situasi seperti itu, kejahatan akan memenuhi bumi dan akal
manusia akan kalah, serta akan meningkatnya kezaliman dan banyaknya orang-orang
yang teraniaya. Yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Alhasil,
kehidupan manusia semuanya akan berubah menjadi neraka Jahim. Situasi demikian
ini pasti terjadi ketika manusia menyembah selain Allah SWT, baik yang disembah
itu berhala dari batu, anak sapi dari emas, penguasa dari manusia, sistem dari
berbagai sistem, mazhab dari berbagai mazhab, atau kuburan seorang wali. Sebab
satu-satunya yang menjamin persamaan di antara manusia adalah, saat mereka
hanya menyembah Allah SWT dan saat Dia diakui sebagai Pencipta mereka dan yang
membuat undang-undang bagi mereka. Tetapi saat jaminan ini hilang lalu ada
seorang yang mengklaim, atau ada sistem yang mengklaim memiliki wewenang
ketuhanan maka manusia akan binasa dan akan hilanglah kebebasan mereka
sepenuhnya.
Penyembahan kepada selain Allah
SWT bukan hanya sebagai sebuah tragedi yang dapat menghilangkan kebebasan,
namun pengaruh buruknya dapat merembet ke akal manusia dan dapat mengotorinya.
Sebab, Allah SWT menciptakan manusia agar dapat mengenal-Nya dan menjadikan
akalnya sebagai permata yang bertujuan untuk memperoleh ilmu. Dan ilmu yang
paling penting adalah kesadaran bahwa Allah SWT semata sebagai Pencipta, dan
selain-Nya adalah makhluk. Ini adalah poin penting dan dasar pertama yang harus
ada sehingga manusia sukses sebagai khalifah di muka bumi.
Ketika
akal manusia kehilangan potensinya dan berpaling ke selain Allah SWT maka
manusia akan tertimpa kesalahan. Terkadang seseorang mengalami kemajuan secara
materi karena ia berhasil melalui jalan-jalan kemajuan, meskipun ia tidak
beriman kepada Allah SWT, namun kemajuan materi ini yang tidak disertai dengan
pengenalan kepada Allah SWT akan menjadi siksa yang lebih keras daripada
siksaan apa pun, karena ia pada akhirnya akan menghancurkan manusia itu
sendiri. Ketika manusia menyembah selain Allah SWT maka akan meningkatlah
penderitaan kehidupan dan kefakiran manusia. Terdapat hubungan kuat antara
kehinaan manusia dan kefakiran mereka, serta tidak berimannya mereka kepada
Allah.
Allah SWT
berfirman:"Seandainya penduduk negeri-negeri beriman
dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit
dan bumi. " (QS. al-A'raf: 96)
Demikianlah,
bahwa kufur kepada Allah SWT atau syirik kepada-Nya akan menyebabkan hilangnya
kebebasan dan hancurnya akal serta meningkatnya kefakiran, serta kosongnya
kehidupan dari tujuan yang mulia. Dalam situasi seperti ini, Allah SWT mengutus
Nuh untuk membawa ajaran-Nya kepada kaumnya. Nabi Nuh adalah seorang hamba yang
akalnya tidak terpengaruh oleh polusi kolektif, yang menyembah selain Allah
SWT. Allah SWT memilih hamba-Nya Nuh dan mengutusnya di tengah-tengah kaumnya.
Nuh membuat revolusi pemikiran.
Ia berada di puncak kemuliaan dan kecerdasan. Ia merupakan manusia terbesar di
zamannya. Ia bukan seorang raja di tengah-tengah kaumnya, bukan penguasa
mereka, dan bukan juga orang yang paling kaya di antara mereka. Kita mengetahui
bahwa kebesaran tidak selalu berhubungan dengan kerajaan, kekayaan, dan kekuasaan.
Tiga hal tersebut biasanya dimiliki oleh jiwa-jiwa yang hina. Namun kebesaran
terletak pada kebersihan hati, kesucian nurani, dan kemampuan akal untuk
mengubah kehidupan di sekitarnya. Nabi Nuh memiliki semua itu, bahkan lebih
dari itu. Nabi Nuh adalah manusia yang mengingat dengan baik perjanjian Allah
SWT dengan Nabi Adam dan anak-anaknya, ketika Dia menciptakan mereka di alam
atom. Berdasarkan fitrah, ia beriman kepada Allah SWT sebelum pengutusannya
pada manusia. Dan semua nabi beriman kepada Allah SWT sebelum mereka diutus.
Di antara mereka ada yang "mencari" Allah SWT seperti Nabi Ibrahim,
ada juga di antara mereka yang beriman kepada-Nya dari lubuk hati yang paling
dalam, seperti Nabi Musa, dan di antara mereka juga ada yang beribadah kepada-Nya
dan menyendiri di gua Hira, seperti Nabi Muhammad saw.
Terdapat sebab lain berkenaan
dengan kebesaran Nabi Nuh. Ketika ia bangun, tidur, makan, minum, atau
mengenakan pakaian, masuk atau keluar, ia selalu bersyukur kepada Allah SWT dan
memuji-Nya, serta mengingat nikmat-Nya dan selalu bersyukur kepada-Nya. Oleh
karena itu, Allah SWT berkata tentang
Nuh:"Sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak
bersyukur." (QS. al-Isra': 3)
Allah SWT memilih hamba-Nya yang
bersyukur dan mengutusnya sebagai nabi pada kaumnya. Nabi Nuh keluar menuju kaumnya dan memulai dakwahnya:"Wahai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya.
Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa
azab hari yang besar. " (QS. al-A'raf: 59)
Dengan
kalimat yang singkat tersebut, Nabi Nuh meletakkan hakikat
ketuhanan kepada kaumnya dan hakikat hari kebangkitan. Di sana hanya ada satu
Pencipta yang berhak disembah. Di sana terdapat kematian, kemudian kebangkitan
kemudian hari kiamat. Hari yang besar yang di dalamnya terdapat siksaan yang
besar.
Nabi Nuh menjelaskan kepada
kaumnya bahwa mustahil terdapat selain Allah Yang Maha Esa sebagai Pencipta. Ia
memberikan pengertian kepada mereka, bahwa setan telah lama menipu mereka dan
telah tiba waktunya untuk menghentikan tipuan ini. Nuh menyampaikan kepada
mereka, bahwa Allah SWT telah memuliakan manusia: Dia telah menciptakan mereka,
memberi mereka rezeki, dan menganugerahi akal kepada mereka. Manusia
mendengarkan dakwahnya dengan penuh kekhusukan. Dakwah Nabi Nuh cukup
mengguncangkan jiwa mereka. Laksana tembok yang akan roboh yang saat itu di
situ ada seorang yang tertidur dan engkau meng-goyang tubuhnya agar ia bangun.
Barangkali ia akan takut dan ia marah meskipun engkau bertujuan untuk menyelamatkannya.
Akar-akar kejahatan yang ada di
bumi mendengar dan merasakan ketakutan. Pilar-pilar kebencian terancam dengan
cinta ini yang dibawa oleh Nabi Nuh. Setelah mendengar dakwah Nabi Nuh, kaumnya
terpecah menjadi dua kelompok: Kelompok orang-orang lemah, orang-orang fakir,
dan orang-orang yang menderita, di mana mereka merasa dilindungi dengan dakwah
Nabi Nuh, sedangkan kelompok yang kedua adalah kelompok orang-orang kaya,
orang-orang kuat, dan para penguasa di mana mereka menghadapi dakwah Nabi Nuh
dengan penuh keraguan. Bahkan ketika mereka mempunyai kesempatan, mereka mulai
melancarkan serangan untuk melawan Nabi Nuh.
Mula-mula mereka menuduh bahwa Nabi Nuh adalah
manusia biasa seperti mereka:"Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir
dari kaumnya: 'Kami tidak melihat kamu,
melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami.'" (QS. Hud: 27)
Dalam tafsir al-Quturbi disebutkan: "Masyarakat yang menentang dakwahnya adalah para pembesar dari
kaumnya. Mereka dikatakan al-Mala' karena mereka seringkali berkata. Misalnya
mereka berkata kepada Nabi Nuh: "Wahai Nuh, engkau adalah manusia
biasa." Padahal Nabi Nuh juga mengatakan bahwa ia memang manusia biasa.
Allah SWT mengutus seorang rasul dari manusia ke bumi karena bumi dihuni oleh manusia.
Seandainya bumi dihuni oleh para malaikat niscaya Allah SWT mengutus seorang
rasul dari malaikat.
Berlanjutlah peperangan antara
orang-orang kafir dan Nabi Nuh. Mula-mula, rezim penguasa menganggap bahwa
dakwah Nabi Nuh akan mati dengan sendirinya, namun ketika mereka melihat bahwa
dakwahnya menarik perhatian orang-orang fakir, orang-orang lemah, dan
pekerja-pekerja sederhana, mereka mulai menyerang Nabi Nuh dari sisi ini.
Mereka menyerangnya melalui pengikutnya dan mereka berkata kepadanya:
"Tiada yang mengikutimu selain orang-orang fakir dan orang-orang lemah
serta orang-orang hina."
Allah SWT berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah
mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia berkata): 'Sesungguhnya aku adalah pemberi
peringatan yang nyata bagi kamu, agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya
aku khawatir kamu akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedihkan. Maka
berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: 'Kami tidak melihat kamu,
melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak
melihat orang-orang yang mengikutimu, melainkan orang-orang yang hina dina di
antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki
sesuatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah
orang-orang yang berdusta. " (QS. Hud: 25-27)
Demikianlah
telah berkecamuk pertarungan antara Nabi Nuh dan para bangsawan dari kaumnya.
Orang-orang yang kafir itu menggunakan dalih persamaan dan mereka berkata
kepada Nabi Nuh: "Dengarkan wahai Nuh, jika engkau ingin kami beriman
kepadamu maka usirlah orang-orang yang beriman kepadamu. Sesungguhnya mereka
itu orang-orang yang lemah dan orang-orang yang fakir, sementara kami adalah
kaum bangsawan dan orang-orang kaya di antara mereka. Dan mustahil engkau
menggabungkan kami bersama mereka dalam satu dakwah (majelis)." Nabi Nuh
mendengarkan apa yang dikatakan oleh orang-orang kafir dari kaumnya. la
mengetahui bahwa mereka menentang. Meskipun demikian, ia menjawabnya dengan
baik. Ia memberitahukan kepada kaumnya bahwa ia tidak dapat mengusir
orang-orang mukmin, karena mereka bukanlah tamu-tamunya namun mereka adalah
tamu-tamu Allah SWT. Rahmat bukan terletak dalam rumahnya di mana masuk di
dalamnya orang-orang yang dikehendakinya dan terusir darinya orang-orang
yang dikehendakinya, tetapi rahmat terletak dalam rumah Allah SWT di mana
Dia menerima siapa saja yang dikehendaki-Nya di dalamnya. Allah SWT berfirman:
"Berkata Nuh: 'Hai kaumku,
bagaimana pikiranmu, jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku, dan
diberinya aku rahmat dari sisi-Nya, tetapi rahmat itu disamarkan bagimu. Apa
akan kami paksakankah kamu menerimanya, padahal kamu tidak menyukainya? Dan
(dia berkata): 'Hai kaumku, aku tidak meminta harta benda kepada kamu (sebagai
upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah dan aku sekali-kali tidak akan
mengusir orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya mereka akan bertemu
dengan Tuhannya, akan tetapi aku memandangmu suatu kaum yang tidak mengetahui.'
Dan (dia berkata): 'Hai kaumku, siapakah yang dapat menolongku dari (azab)
Allah jika aku mengusir mereka. Maka tidakkan kamu mengambil pelajaran?' Dan
aku tidak mengatakan kepada kamu (bahwa): 'Aku mempunyai gudang-gudang rezeki
dan kekayaan dari Allah, dan aku tidak mengetahui hal yang gaib, dan tidak pula
aku mengatakan: 'Sesungguhnya aku adalah malaikat,' dan tidak juga aku
mengatakan kepada orang-orang yang dipandang hina oleh penglihatanmu:
'Sekali-kali Allah tidak akan mendatangkan kebaikan kepada mereka. Allah lebih
mengetahui apa yang ada pada mereka. Sesungguhnya aku kalau begitu benar-benar
termasuk orang-orang yang lalim.'" (QS. Hud: 28-31)
Nuh mematahkan semua argumentasi
orang-orang kafir dengan logika para nabi yang mulia. Yaitu, logika pemikiran
yang sunyi dari kesombongan pribadi dan kepentingan-kepentingan khusus. Nabi
Nuh berkata kepada mereka bahwa Allah SWT telah memberinya agama, kenabian, dan
rahmat. Sedangkan mereka tidak melihat apa yang diberikan Allah SWT kepadanya.
Selanjutnya, ia tidak memaksakan mereka untuk mempercayai apa yang disampaikannya
saat mereka membenci. Kalimat tauhid (tiada Tuhan selain Allah) tidak dapat
dipaksakan atas seseorang. Ia memberitahukan kepada mereka bahwa ia tidak
meminta imbalan dari mereka atas dakwahnya. Ia tidak meminta harta dari mereka
sehingga memberatkan mereka. Sesungguhnya ia hanya mengharapkan pahala
(imbalan) dari Allah SWT. Allahlah yang memberi pahala kepadanya. Nabi Nuh
menerangkan kepada mereka bahwa ia tidak dapat mengusir orang-orang yang
beriman kepada Allah SWT. Meskipun sebagai Nabi, ia memiliki keterbatasan dan
keterbatasan itu adalah tidak diberikannya hak baginya untuk mengusir
orang-orang yang beriman karena dua alasan. Bahwa mereka akan bertemu dengan Alllah SWT
dalam keadaan beriman kepada-Nya, maka bagaimana ia akan mengusir orang yang
beriman kepada Allah SWT, kemudian seandainya ia mengusir mereka, maka mereka
akan menentangnya di hadapan Allah SWT. Ini berakibat pada pemberian pahala
dari Allah SWT atas keimanan mereka dan balasan-Nya atas siapa pun yang
mengusir mereka. Maka siapakah yang dapat menolong Nabi Nuh dari siksa Allah
SWT seandainya ia mengusir mereka?
Demikianlah Nabi Nuh menunjukkan
bahwa permintaan kaumnya agar ia mengusir orang-orang mukmin adalah tindakan
bodoh dari mereka. Nabi Nuh kembali menyatakan bahwa ia tidak dapat melakukan
sesuatu yang di luar wewenangnya, dan ia memberitahu mereka akan kerendahannya
dan kepatuhannya kepada Allah SWT. Ia tidak dapat melakukan sesuatu yang
merupakan bagian dari kekuasaan Allah SWT, yaitu pemberian nikmat-Nya kepada
hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya. Ia tidak mengetahui ilmu gaib, karena
ilmu gaib hanya khusus dimiliki oleh Allah SWT. Ia juga memberitahukan kepada
mereka bahwa ia bukan seorang raja, yakni kedudukannya bukan seperti kedudukan
para malaikat. Sebagian ulama berargumentasi dari ayat ini bahwa para malaikat
lebih utama dari pada para nabi (silakan melihat tafsir Qurthubi).
Nabi Nuh berkata kepada mereka:
"Sesungguhnya orang-orang yang kalian pandang sebelah mata, dan kalian
hina dari orang-orang mukmin yang kalian remehkan itu, sesungguhnya pahala
mereka itu tidak sirna dan tidak berkurang dengan adanya penghinaan kalian
terhadap mereka. Sungguh Allah SWT lebih tahu terhadap apa yang ada dalam diri
mereka. Dialah yang membalas amal mereka. Sungguh aku telah menganiaya diriku
sendiri seandainya aku mengatakan bahwa Allah tidak memberikan kebaikan kepada
mereka."
Kemudian rezim penguasa mulai
bosan dengan debat ini yang disampaikan oleh Nabi Nuh. Allah SWT menceritakan
sikap mereka terhadap Nabi Nuh dalam flrman-Nya:
"Mereka berkata: 'Hai Nuh,
sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang
bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan
kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar.' Nuh menjawab: 'Hanyalah
Allah yang akan mendatangkan azab itu kepadamu jika Dia menghendaki, dan kamu
sekali-kali tidak dapat melepaskan diri. Dan tidaklah bermanfaat kepadamu
nasihatku jika aku hendak memberi nasihat kepada kamu, sekiranya Allah hendak
menyesatkan kamu. Dia adalah Tuhanmu, dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.
" (QS. Hud: 32-34)
Nabi Nuh menambahkan bahwa mereka
tersesat dari jalan Allah SWT. Allahlah yang menjadi sebab terjadinya segala
sesuatu, namun mereka memperoleh kesesatan disebabkan oleh ikhtiar mereka dan
kebebasan mereka serta keinginan mereka. Dahulu iblis berkata:
"Karena Engkau telah
menghukum saya tersesat..." (QS. al-A'raf: 16)
Secara zahir tampak bahwa makna
ungkapan itu berarti Allahlah yang menyesatkannya, padahal hakikatnya adalah
bahwa Allah SWT telah memberinya kebebasan dan kemudian Dia akan meminta
pertanggungjawabannya. Kita tidak sependapat dengan pandangan al-Qadhariyah,
al-Mu'tazilah, dan Imamiyah. Mereka berpendapat bahwa keinginan manusia cukup
sebagai kekuatan untuk melakukan perbuatannya, baik berupa ketaatan maupun
kemaksiatan. Karena bagi mereka, manusia adalah pencipta perbuatannya. Dalam
hal itu, ia tidak membutuhkan Tuhannya. Kami tidak mengambil pendapat mereka
secara mutlak. Kami berpendapat bahwa manusia memang menciptakan perbuatannya
namun ia membutuhkan bantuan Tuhannya dalam melakukannya[1].
Alhasil, Allah SWT mengerahkan
setiap makhluk sesuai dengan arah penciptaannya, baik pengarahann itu menuju
kebaikan atau keburukan. Ini termasuk kebebasan sepenuhnya. Manusia memilih dengan
kebebasannya kemudian Allah SWT mengerahkan jalan menuju pilihannya itu. Iblis
memilih jalan kesesatan maka Allah SWT mengerahkan jalan kesesatan itu padanya,
sedangkan orang-orang kafir dari kaum Nabi Nuh memilih jalan yang sama maka
Allah pun mengerahkan jalan itu pada mereka.
Peperangan pun berlanjut, dan
perdebatan antara orang-orang kafir dan Nabi Nuh semakin melebar, sehingga
ketika argumentasi-argumentasi mereka terpatahkan dan mereka tidak dapat
mengatakan sesuatu yang pantas, mereka mulai keluar dari batas-batas adab dan
berani mengejek Nabi Allah.
"Pemuka-pemuka dari kaumnya
berkata: 'Sesungguhnya kami memandang kamu berada dalam kesesatan yang
nyata." (QS. al-A'raf: 60)
Nabi Nuh menjawab dengan
menggunakan sopan-santun para nabi yang agung.
"Nuh menjawab: 'Hai kaumku,
tak ada padaku kesesatan sedikit pun tetapi aku adalah utusan dari Tuhan
semesta alam. Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku memberi
nasihat kepadamu, dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui."
(QS. al-A'raf: 61-62)
Nabi Nuh tetap melanjutkan dakwah
di tengah-tengah kaumnya, waktu demi waktu, hari demi hari, dan tahun demi
tahun. Berlalulah masa yang panjang itu, namun Nabi Nuh tetap mengajak
kaumnya. Nabi Nuh berdakwah kepada mereka siang malam, dengan sembunyi-sembunyi
dan terang-terangan, bahkan ia pun memberikan contoh-contoh pada mereka. Ia
menjelaskan kepada mereka tanda-tanda kebesaran Allah SWT dan kekuasaan-Nya di
dunia. Namun setiap kali ia mengajak mereka untuk menyembah Allah SWT, mereka
lari darinya, dan setiap kali ia mengajak mereka agar Allah SWT mengampuni
mereka, mereka meletakkan jari-jari mereka di telinga-telinga mereka dan mereka
menampakkan kesombongan di depan kebenaran. Allah SWT menceritakan apa yang
dialami oleh Nabi Nuh dalam firman-Nya:
"Nuh berkata: 'Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang, maka seruanku itu
hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). Dan sesungguhnya setiap kali
aku menyeru mereka agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari
mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (ke mukanya) dan mereka tetap
(mengingkari) dan menyombongkan diri dengan keterlaluan. Kemudian sesungguhnya
aku telah menyeru mereka dengan cara yang terang-terangan, kemudian aku
menyeru mereka lagi dengan terang-terangan dan dengan diam-diam, maka aku
katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu. Sesungguhnya Dia adalah
Maha Pengampun. Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan
membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan
mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.'" (QS. Nuh: 5-12)
Namun apa jawaban kaumnya?
"Nuh berkata: 'Ya Tuhanku,
sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku, dan telah mengikuti orang-orang yang
harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka.
Mereka telah melakukan tipu-daya yang amat besar. Dan mereka berkata:
'Janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan
jangan pula sekali-kali meninggalkan (penyembahan) wadd, suwa, yaghuts, yauq,
dan nasr. Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia); dan
janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang lalim itu selain kesesatan,'"
(QS. Nuh: 21-24)
Nuh tetap melanjutkan dakwah di
tengah-tengah kaumnya selama 950 tahun. Allah SWT berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah
mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun
kurang lima puluh tahun. " (QS. aPAnkabut: 14)
Sayangnya, jumlah kaum mukmin
tidak bertambah sedangkan jumlah kaum kafir justru bertambah. Nabi Nuh sangat
sedih namun ia tidak sampai kehilangan harapan. la senantiasa mengajak kaumnya
dan berdebat dengan mereka. Namun kaumnya selalu menghadapinya dengan
kesombongan, kekufuran, dan penentangan. Nabi Nuh sangat bersedih terhadap
kaumnya namun ia tidak sampai berputus asa. la tetap menjaga harapan selama 950
tahun. Tampak bahwa usia manusia sebelum datangnya topan cukup panjang. Dan
barangkali usia panjang bagi Nabi Nuh merupakan mukjizat khusus baginya.
Datanglah hari di mana Allah SWT
mewahyukan kepada Nabi Nuh bahwa orang-orang yang beriman dari kaumnya tidak
akan bertambah lagi. Allah SWT mewahyukan kepadanya agar ia tidak bersedih atas
tindakan mereka. Maka pada saat itu, Nabi Nuh berdoa agar orang-orang kafir
dihancurkan. la berkata:
"Ya Tuhanku, janganlah
Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas
bumi." (QS. Nuh: 26)
Nabi Nuh membenarkan doanya
dengan alasan:
"Sesungguhnya jika Engkau
biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan
mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat dan kafir. "
(QS. Nuh: 27)
Allah SWT berfirman dalam surah
Hud:
"Dan diwahyukan kepada Nuh,
bahwasannya sekali-kali tidak akan beriman di antara kaummu, kecuali
orang-orang yang telah beriman saja, karena itu janganlah kamu bersedih hati
tentang apa yang selalu mereka kerjakan. Dan buatlah bahtera itu dengan
pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku
tentang orang-orang yang lalim itu. Sesungguhnya mereka itu akan
ditenggelamkan. (QS. Hud: 36-37)
Kemudian Allah SWT menetapkan
hukum-Nya atas orang-orang kafir, yaitu datangnya angin topan. Allah SWT
memberitahu Nuh, bahwa ia akan membuat perahu ini dengan "pengawasan Kami
dan wahyu kami," yakni dengan ilmu Allah SWT dan pengajaran-Nya, serta
sesuai dengan pengarahan-Nya dan bantuan para malaikat.
Allah SWT menetapkan perintah-Nya
kepada Nuh:
"Dan janganlah kamu
bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang lalim itu. Sesungguhnya mereka
itu akan ditenggelamkan. (QS. Hud: 37)
Allah SWT menenggelamkan
orang-orang yang lalim, apa pun kedudukan mereka dan apa pun kedekatan mereka
dengan Nabi. Allah SWT melarang Nabi-Nya untuk berdialog dengan mereka atau
menengahi urusan mereka. Nabi Nuh mulai menanam pohon untuk membuat perahu
darinya. Ia menunggu beberapa tahun, kemudian ia memotong apa yang ditanamnya
dan mulai merakitnya. Akhirnya, jadilah perahu yang besar, yang tinggi, dan
kuat.
Para mufasir berbeda pendapat
tentang besarnya perahu itu, bentuknya, masa pembuatannya, tempat pembuatannya
dan lain-lain. Berkenaan dengan hal tersebut Fakhrur Razi berkata:
"Ketahuilah bahwa pembahasan ini tidak menarik bagiku karena ia merupakan
hal-hal yang tidak perlu diketahuinya. Saya kira mengetahui hal tersebut hanya
mendatangkan manfaat yang sedikit." Mudah-mudahan Allah SWT merahmati
Fakhrur Razi yang menyatakan kebenaran dengan kalimatnya itu. Kita tidak
mengetahui hakikat perahu ini, kecuali apa yang telah Allah SWT ceritakan
kepada kita tentang hal itu. Misalnya, kita tidak mengetahui dimana ia dibuat,
berapa panjangnya atau lebarnya, dan kita secara pasti tidak mengetahui selain
tempat yang ditujunya setelah ia berlabuh.
Allah SWT tidak memberikan
keterangan secara detail berkenaan dengan hal tersebut yang tidak memberikan
kepentingan pada kandungan cerita dan tujuannya yang penting. Nabi Nuh mulai
membangun perahu, lalu orang-orang kafir lewat di depannya saat ia dalam
keadaan serius membuat perahu. Saat itu, cuaca atau udara sangat kering, dan di
sana tidak terdapat sungai atau laut yang dekat. Bagaimana perahu ini akan
berlayar wahai Nuh? Apakah ia akan berlayar di atas tanah? Di manakah air yang
memungkinkan bagi perahumu untuk belayar? Sungguh Nuh telah gila! Orang-orang
kafir semakin tertawa terbahak-bahak dan semakin mengejek Nabi Nuh.
Puncak pertentangan dalam kisah
Nabi Nuh tampak dalam masa ini. Kebatilan mengejek kebenaran dan cukup lama
menertawakan kebenaran. Mereka menganggap bahwa dunia adalah milik mereka dan
bahwa mereka akan selalu mendapatkan keamanan dan bahwa siksa tidak akan
terjadi. Namun anggapan mereka itu tidak terbukti. Datangnya angin topan
menjungkirbalikkan semua perkiraan mereka. Saat itu, orang-orang mukmin
mengejek balik orang-orang kafir dan ejekan mereka adalah kebenaran. Allah SWT
berfirman:
"Dan mulailah Nuh membuat
bahtera itu. Dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan metewati Nuh, mereka
mengejeknya. Berkatalah Nuh: 'Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami
(pun) akan mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek kami. Kelak kamu akan
mengetahui siapa yang akan ditimpa oleh azab yang menghinakan dan yang akan
ditimpa azab yang kekal." (QS. Hud: 38-39)
Selesailah pembuatan perahu dan
duduk menunggu perintah Allah SWT. Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Nuh bahwa
jika ada yang mempunyai dapur, maka ini sebagai tanda dimulainya angin topan.
Di sebutkan bahwa tafsiran dari at-Tannur ialah oven (alat untuk memanggang
roti) yang ada di dalam rumah Nabi Nuh. Jika keluar darinya air dan ia lari
maka itu merupakan perintah bagi Nabi Nuh untuk bergerak. Maka pada suatu hari
tannur itu mulai menunjukkan tanda-tandanya dari dalam rumah Nabi Nuh, lalu
Nabi Nuh segera membuka perahunya dan mengajak orang-orang mukmin untuk
menaikinya. Jibril turun ke bumi. Nabi Nuh membawa burung, binatang buas,
binatang yang berpasang-pasangan, sapi, gajah, semut, dan lain-lain. Dalam
perahu itu, Nabi Nuh telah membuat kandang binatang buas.
Jibril menggiring setiap dua
binatang yang berpasangan agar setiap spesies binatang tidak punah dari muka
bumi. Ini berarti bahwa angin topan telah menenggelamkan bumi semuanya, kalau
tidak demikian maka buat apa ia harus mengangkut jenis binatang-binatang itu.
Binatang-binatang mulai menaiki perahu itu beserta orang-orang yang beriman
dari kaumnya. Jumlah orang-orang mukmin sangat sedikit. Allah SWT berfirman:
"Hingga apabila perintah
Kami datang dan tannur telah memancarkan air, Kami berfirman: 'Muatkanlah ke
dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan
keluargamu kecuali orang yang terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkanlah
pula) orang-orang yang beriman.' Dan tidak beriman bersama Nuh itu kecuali
sedikit. " (QS. Hud: 40)
Istri Nabi Nuh tidak beriman kepadanya sehingga ia tidak ikut menaiki perahu, dan
salah satu anaknya menyembunyikan kekafirannya dengan menampakkan keimanan di
depan Nabi Nuh, dan ia pun tidak ikut menaikinya. Mayoritas manusia saat itu
tidak beriman sehingga mereka tidak turut berlayar. Hanya orang-orang mukmin
yang mengarungi lautan bersamanya. Ibnu Abbas berkata: "Terdapat delapan
puluh orang dari kaum Nabi Nuh yang beriman kepadanya."
Air mulai meninggi yang keluar
dari celah-celah bumi. Tiada satu celah pun di bumi kecuali keluar air darinya.
Sementara dari langit turunlah hujan yang sangat deras yang belum pernah turun
hujan dengan curah seperti itu di bumi, dan tidak akan ada hujan seperti itu
sesudahnya. Lautan semakin bergolak dan ombaknya menerpa apa saja dan menyapu
bumi. Perut bumi bergerak dengan gerakan yang tidak wajar sehingga bola bumi
untuk pertama kalinya tenggelam dalam air sehingga ia menjadi bola air. Allah
SWT berfirman:
"Maka Kami bukakan
pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. Dan Kami jadikan bumi
memancarkan mata air-mata air maka bertemulah air-air itu untuk satu urusan
yang sungguh telah ditetapkan. Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang
terbuat dari papan dan paku. (QS. al-Qamar: 11-13)
Air meninggi di atas kepala
manusia, dan ia melampaui ketinggian pohon, bahkan puncak gunung. Akhirnya,
permukaan bumi diselimuti dengan air. Ketika mula-mula datang topan, Nabi Nuh
memanggil-manggil putranya. Putranya itu berdiri agak jauh darinya. Nabi Nuh
memanggilnya dan berkata:
"Hai anakku, naiklah (ke
kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir."
(QS. Hud: 42)
Anak itu menjawab ajakan ayahnya:
"Aku akan mencari
perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah." (QS. Hud:
43)
Nabi Nuh kembali menyerunya:
"Tidak add yang melindungi
hari ini dari azab Allah selain orang yang dirahmati-Nya. " (QS. Hud: 43)
Selesailah dialog antara Nabi Nuh
dan anaknya.
"Dan gelombang menjadi
penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang
ditenggelamkan. " (QS. Hud: 43)
Perhatikanlah ungkapan AI-Qur'an
al-Karim: Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya. Ombak tiba-tiba
mengakhiri dialog mereka. Nabi Nuh mencari, namun ia tidak mendapati anaknya.
Ia tidak menemukan selain gunung ombak yang semakin meninggi dan meninggi
bersama perahu itu. Nabi Nuh ddak dapat melihat segala sesuatu selain air.
Allah SWT berkehendak—sebagai rahmat dari-Nya—untuk menenggelamkan si anak jauh
dari penglihatan si ayah. Inilah kasih sayang Allah SWT terhadap si ayah. Anak
Nabi Nuh mengira bahwa gunung akan mencegahnya dari kejaran air namun ia pun
terkejar dan tenggelam. Angin topan terus berlanjut dan terus membawa perahu
Nabi Nuh. Setelah berlalu beberapa saat, pemandangan tertuju kepada bumi yang
telah musnah sehingga tiada kehidupan kecuali sebagian kayu yang darinya Nabi
Nuh membuat perahu di mana ia menyelamatkan orang-orang mukmin, begitu juga
berbagai binatang yang ikut bersama mereka. Adalah hal yang sulit bagi kita
untuk membayangkan kedahsyatan topan itu. Yang jelas, ia menunjukkan kekuasaan
Pencipta. Perahu itu berlayar dengan mereka dalam ombak yang laksana gunung.
Sebagian ilmuwan meyakini bahwa terpisahnya beberapa benua dan terbentuknya
bumi dalam rupa seperti sekarang adalah sebagai akibat dari topan yang dahulu.
Topan yang dialami oleh Nabi Nuh
terus berlanjut dalam beberapa zaman di mana kita tidak dapat mengetahui
batasnya. Kemudian datanglah perintah Ilahi agar langit menghentikan hujannya
dan agar bumi tetap tenang dan menelan air itu, dan agar kayu-kayu perahu
berlabuh di al-Judi, yaitu nama suatu tempat di zaman dahulu. Ada yang
mengatakan bahwa ia adalah gunung yang terletak di Irak. Dengan datangnya
perintah Ilahi, bumi kembali menjadi tenang dan air menjadi surut. Topan telah
menyucikan bumi dan membasuhnya. Allah SWT berfirman:
"Dan difirmankan: 'Hai bumi
telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,' dan air pun disurutkan,
perintah pun diselesaikan dan bahtera itu pun berlabuh di atas bukitjudi. Dan
dikatakan: 'Binasalah orang-orang yang lalim. " (QS. Hud: 44)
Dan air pun disurutkan, yakni air
berkurang dan kembali ke celah-celah bumi. Segala urusan telah diputuskan dan
orang-orang kafir telah hancur sepenuhnya. Dikatakan bahwa Allah SWT
me-mandulkan rahim-rahim wanita selama empat puluh tahun sebelum datangnya
topan, karena itu tidak ada yang terbunuh seorang anak bayi atau anak kecil.
Firman-Nya: Dan bahtera itu pun
berlabuh di atas bukit judi, yakni ia berlabuh di atasnya. Di sebutkan bahwa
hari itu bertepatan dengan hari Asyura' (hari kesepuluh dari bulan Muharam).
Lalu Nabi Nuh berpuasa dan memerintahkan orang-orang yang bersamanya untuk
berpuasa juga.
Dikatakan: 'Binasalah orang-orang
yang lalim, 'yakni kehancuran bagi mereka. Topan menyucikan bumi dari mereka
dan membersihkannya. Lenyaplah peristiwa yang mengerikan dengan lenyapnya
topan. Dan berpindahlah pergulatan dari ombak ke jiwa Nabi Nuh. Ia mengingat
anaknya yang tenggelam. Nabi Nuh tidak mengetahui saat itu bahwa anaknya
menjadi kafir. Ia menganggap bahwa anaknya sebagai seorang mukmin yang memilih
untuk menyelamatkan diri dengan cara berlindung kepada gunung. Namun ombak
telah mengakhiri percakapan keduanya sebelum mereka menyelesaikannya. Nabi Nuh
tidak mengetahui seberapa jauh bagian keimanan yang ada pada anaknya. Lalu
bergeraklah naluri kasih sayang dalam hati sang ayah. Allah SWT berfirman:
"Dan Nuh berseru kepada
Tuhannya sambil berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku,
dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang
seadil-adilnya. " (QS. Hud: 45)
Nuh ingin berkata kepada Allah
SWT bahwa anaknya termasuk dari keluarganya yang beriman dan Dia menjanjikan
untuk menyelamatkan keluarganya yang beriman. Allah SWT berkata dan
menjelaskan kepada Nuh keadaan sebenarnya yang ada pada anaknya:
"Hai Nuh, sesungguhnya dia
bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan). Sesungguhnya
perbuatannya tidak baik. Sebab itu, janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu
yang kamu tidak mengetahui (hakikatnya). Aku memperingatkan kepa-damu supaya
kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.'" (QS. Hud:
46)
Al-Qurthubi
berkata—menukil dari guru-gurunya dari kalangan ulama—ini adalah pendapat yang
kami dukung: "Anaknya berada di sisinya (yakni bersama Nabi Nuh dan dalam
dugaannya ia seorang mukmin). Nabi Nuh tidak berkata kepada Tuhannya: "Sesungguhnya
anakku termasuk keluargaku," kecuali karena ia memang menampakkan hal yang
demikian kepadanya. Sebab, mustahil ia meminta kehancuran orang-orang kafir
kemudian ia meminta agar sebagian mereka diselamatkan."
Anaknya menyembunyikan kekufuran
dan menampakkan keimanan. Lalu Allah SWT memberitahukan kepada Nuh ilmu gaib
yang khusus dimiliki-Nya. Yakni Allah SWT memberitahunya keadaan sebenarnya
dari anaknya. Allah SWT ketika menasihatinya agar jangan sampai ia menjadi
orang-orang yang tidak mengerti. Dia ingin menghilangkan darinya anggapan bahwa
anaknya beriman kemudian mati bersama orang-orang kafir.
Di sana terdapat pelajaran
penting yang terkandung dalam ayat-ayat yang mulia itu, yang menceritakan kisah
Nabi Nuh bersama anaknya. Allah SWT ingin berkata kepada Nabi-Nya yang mulia
bahwa anaknya bukan termasuk keluarganya karena ia tidak beriman kepada Allah
SWT. Hubungan darah bukanlah hubungan hakiki di antara manusia. Anak seorang
nabi adalah anaknya yang meyakini akidah, yaitu mengikuti Allah SWT dan nabi,
dan bukan anaknya yang menentangnya, meskipun berasal dari sulbinya. Jika
demikian seorang mukmin harus menghindar dari kekufuran. Dan di sini juga harus
di teguhkan hubungan sesama akidah di antara orang-orang mukmin. Adalah tidak
benar jika hubungan sesama mereka dibangun berdasarkan darah, ras, warna kulit,
atau tempat tinggal.
Nabi
Nuh memohon ampun kepada Tuhannya dan bertaubat kepada-Nya. Kemudian Allah SWT
merahmatinya dan memerintahkannya untuk turun dari perahu dalam keadaan
dipenuhi dengan keberkahan dari Allah SWT dan penjagaan-Nya:
"Nuh berkata: 'Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu
yang aku tiada mengetahui (hakikatnya). Dan sekiranya Engkau tidak memberi
ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh mbelas kasihan kepadaku, niscaya aku akan
termasuk orang-orang yang merugi. " (QS. Hud: 47) "Difirmankan: 'Hai
Nuh, turunlah dengan selamat dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas
umat-umat (yang beriman) dari orang-orang yang bersamamu.'" (QS. Hud: 48)
Nabi
Nuh turun dari perahunya dan ia melepaskan burung-burung dan binatang-binatang
buas sehingga mereka menyebar ke bumi. Setelah itu, orangorang mukmin juga
tumn. Nabi Nuh meletakkan dahinya ke atas tanah dan bersujud. Saat itu bumi
masih basah karena pengaruh topan. Nabi Nuh bangkit setelah salatnya dan
menggali pondasi untuk membangun tempat ibadah yang agung bagi Allah SWT.
Orang-orang yang selamat menyalakan api dan duduk-duduk di sekelilinginya.
Menyalakan api sebelumnya di larang di dalam perahu karena dikhawatirkan api
akan menyentuh kayu-kayunya dan membakarnya. Tak seorang pun di antara mereka
yang memakan makanan yang hangat selama masa topan.
Berlalulah
hari puasa sebagai tanda syukur kepada Allah SWT. Al-Qur'an tidak lagi menceritakan
kisah Nabi Nuh setelah topan sehingga kita tidak mengetahui bagaimana peristiwa
yang dialami Nabi Nuh bersama kaumnya. Yang kita ketahui atau yang perlu kita
tegaskan bahwa Nabi Nuh mewasiatkan kepada putra-putranya saat ia meninggal
agar mereka hanya menyembah Allah SWT.
Demikian kisah Nabi Nuh AS semoga bermanfaat.
0 komentar:
Post a Comment